Wednesday, 5 February 2014

Museum Kambang Putih Tuban


Tak semua kabupaten memiliki museum sebagai kepedulian untuk menjaga dan menyimpan benda-benda sejarah dan purbakala yang ditemukan di daerahnya.
Walau tampak sederhana, kepedulian untuk membangun museum itu patut diapresiasi karena darimuseum itu kita bisa menyimak jejak peradaban pada masa lampau.Salah satunya adalah Museum Kambang Putih yang berada di Kota Tuban, Jawa Timur. Museum yang juga menjadi destinasi wisata diKabupaten Tuban ini cukup menarik untuk dikunjungi.
Museum ini berlokasinya di pusat kota,  tepatnya di sebelah barat Kantor Bupati Tuban. Berdekatan dengan kawasan wisata religi makam Sunan Bonang dan Masjid Agung Tuban.
Museum   yang buka setiap hari Selasa – Minggu ini merupakan pindahan dari museum Kambang Putih lama yang sebelumnya berada di kompleks Pendapa Kabupaten Tuban.
Benda-benda Koleksi museum Kambang Putih  itu  ditempatkan dalam ruangan-ruangan yang berbeda sesuai dengan jenis dan klasifikasinya. Seperti ruangan ethnografi, Kesenian, numismatik dan sebagainya.Diantara benda-benda koleksi museum itu terdapat beraneka macam fosil, kapak batu dan kapak perunggu, nekara, dan sebagainya.
Beberapa Arca Kuno, prasasti , yoni dan lingga juga menghiasi etalase-etalasenya. Ada juga koleksi benda-benda yang ditemukan di kompleks situs makam Sunan Bonang. Salah satu diantaranya adalah kayu berukir dengan ada hiasan Relief yang cukup indah.
Di ruangan berikutnya menyimpan berbagai koleksi tentang peralatan yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti peralatan nelayan, petani, peralatan membuat Batik Gedog dan Tenun Gedog , peralatan dapur tradisional, peralatan perdagangan dan yang lainnya.
Termasuk koleksi berupa Ongkek yang merupakan 1 set perlengkapan penjual minuman Legentradisional yang bentuknya Khas. Saat ini ongkek sudah langka dan jarang ditemui karena digantikan fungsinya oleh jirigen dan botol-botol plastik. Sedangkan Legen adalah minuman tradisional yang terbuat dari nira bunga pohon ental atau siwalan.
Sebagai daerah pesisir yang memiliki pelabuhan kuno di masa lampau, tentu di kawasan Laut danPantai Tuban banyak terdapat peninggalan-peninggalan bersejarah yang juga disimpan di museum Kambang Putih.
Seperti beraneka jenis dan bentuk benda-benda keramik, guci dan Gentong kuno; Persenjataan kunodan sebuah jangkar terbuat dari besi dan bermata empat yang beberapa diantaranya ditemukan diPantai Boom Tuban.
Untuk Ruangan kesenian menyimpan benda-benda kesenian berupa beraneka jenis kesenian tradisional seperti wayang kulit, wayang krucil, wayang Tengul dan sebagainya yang tampak kuno dan kusam karena faktor usia.
Ruangan kesenian ini berlanjut dengan ruangan Numismatik yang memajang uang-uang kuno yang pernah diterbitkan dan beredar di Indonesia. Baik yang berbentuk logam maupun lembaran kertas.

Sebenarnya lokasi Museum Kambang Putih ini sangat strategis berada di Pusat Kota.Tetapisayang sekali karena banyaknya Becak wisata Makam Sunan Bonang yang parkir dan antri didepan museum , menjadikan keberadaan museum Kambang Putih ini sering terabaikandan terlewatkan.

Obyek Wisata Goa Akbar



Gua ini memiliki panjang 1,2 km  mulai dari bawah Pasar Baru Tuban sampai ke pantai Boom di Laut Jawa.
Di gua ini mengalir air jernih, sungai di perut bumi, yang setiap tahun dikunjungi setidaknya 250.000 orang wisatawan dari dalam dan luar negeri. Gua dengan stalakmit dan stalaktit ini memang penuh dengan kejutan kejutan yang  mengagumkan.
Di gua ini tercatat sebagai tempat sembunyi Brandal Lokajaya yang akhirnya menjadi Sunan Kalijaga yang sakti itu. Murid Sunan Bonang yang juga putra Adipati Tuban Wilwatikta berjuluk Raden Sahid ini yang mempopulerkan gua yang semula bernama Luweng Ombo (goa lebar)  dengan nama Gua Akbar.
Nama ini jadi populer ketika Sunan Bonang yang terkagum-kagum dengan gua besar dan panjang serta indah itu dengan seruan Allahu Akbar Alllahu Akbar (Allah maha besar).
Apapun namanya yang  kebetulan gua ini berada di desa Ngabar kecamatan Semanding atau desa Abar, gua yang dalam sejarah pernah untuk melatih fisik pasukan Ranggalawe (salah satu adipati Tuban)

. Dan gua mempunyai koleksi  dengan ornamen-ornamen asli buatan terbentuk karena alam. Ada Andong Tumpak sebagai tempat pertapaan Sunan Bonang dengan batu yang menggantung. Yang lainnya Sendang Tirta Merta kolam air kehidupan dan Sendang Hawan Samudra lorong yang tembus ke pantai utara, sekitar 1 km panjangnya.
Di sini juga ada ruangan Songgo Langit, yaitu ruangan dimana kita bisa melihat langit dari dalam goa. Di sisi lain ada peninggalan bersejarah prapen Empu Supa untuk membuat senjata.
Di dalam gua juga bisa dilihat Gawang Marabaya. Sebuah lorong sepanjang 20 meter yang bila kita masuk ke dalamnya bisa dilihat sumur yang dalamnya sekitar 14 meter. (saat ini dilindungi pagar pengaman). Dalam sejarah tercatat lorong ini untuk persembunyian Sunan Bonang ketika dikejar kejar tentara Sam Poo Kong (tentara China) yang tidak senang beliau  menyebarkan agama Islam di sini.
Di tengah gua ini ada pendopo yang cukup luas yang dulu digunakan tempat pertemuan para wali. Dan terakhir menjelang ‘finish’ (pintu keluar gua) ada pasujudan Baitul Akbar bekas tempat sholat Sunan Bonang maupun sunan-sunan lainnya yang kini jadi mushola di bawah tanah.
Goa Akbar memiliki beberapa versi sejarah. Versi pertama terjadi sekitar 500 tahun yang lalu saat Sunan Bonang sedang melakukan perjalanan spiritualnya. Ketika menemukan goa ini, Kanjeng Sunan Bonang terpesona dan seketika berucap, “Allahu Akbar”. Konon, sejak itulah, goa yang terletak di tengah Kota Tuban itu disebut Goa Akbar. Versi lain diceritakan, karena sekitar goa banyak dijumpai pohon Abar maka masyarakat setempat kemudian menyebutnya Ngabar. Berdasar buku yang dihimpun Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tuban, kata Ngabar berasal dari bahasa Jawa yang berarti latihan. Konon, goa ini pernah dijadikan tempat persembunyian untuk mengatur strategi dan latihan ilmu kanuragan prajurit Ronggolawe yang ketika itu berencana mengadakan pemberontakan ke Kerajaan Majapahit. Pemberontakan itu disulut oleh ketidakpuasan Ronggolawe atas pelantikan Nambi menjadi Maha Patih Majapahit. Karena seringnya dijadikan tempat latihan, goa dan daerah sekitarnya dijuluki Ngabar, yang kemudian seiring waktu menjadi nama dusun yaitu Dusun Ngabar, Desa Gedongombo, Kecamatan Semanding. Dari nama dusun itulah, nama akbar berasal.
Goa ini sendiri ada di bawah tanah sehingga dari atas, ada tangga yang akan mengantarkan anda menyusuri goa tersebut.

Pesona Air Terjun Nglirip

Nglirip adalah bendungan dari sungai Krawak. Bendungan ini memiliki tinggi kurang lebih 30 meter dan lebar 28 meter. Nglirip berada di desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, kurang lebihnya 35 KM arah barat daya dari Kota Tuban. Menurut cerita masyarakat sekitar, di balik air terjun ini terdapat sebuah gua yang cukup besar. konon di gua itu hidup roh seorang wanita yang sedang menunggu kekasihnya, sesekali wanita tersebut keluar dari gua dan masuk dalam kerumunan masyarakat sekitar atau sekedar mengambil air di air terjun itu. Warga meyakini, putri Nglirip akan marah jika rumahnya di sekitar goa air terjun Nglirip dipakai pacaran. Tapi kalau pasangan suami istri tidak apa-apa. 

Obyek Wisata Pemandian Bektiharjo

Obyek wisata pemandian Bektiharjo terletak + 5 Km dari pusat Kota Tuban. Tempat Wisata Bektiharjo merupakan wisata alam sumber mata air yang ada di Desa Bektiharjo Kecamatan Semanding. Di lokasi Wisata Bektiharjo, tepatnya pada kolam sumber mata air terdapat ikan yang keberadaannya di"keramatkan" oleh warga sekitar yang tidak boleh diambilselain ikan Wisata Bektiharjo terdapat banyak kera yang keberadaannya juga di"keramatkan". Didalam lokasi wisata juga terdapat kolam renang untuk anak-anak sampai untuk dewasa dengan kedalaman + 3 meter. Sumber mata air alam yang ada didalam Wisata Bektiharjo pada beberapa kesempatan juga dipergunakan sebagai tempat untuk acara ritual tertentu. Seperti Siraman Seniman Langen Tayub yang digelar tiap Bulan suro.

Didalam lokasi Wisata Bektiharjo disediakan ayunan untuk bermain serta gazebo untuk bersantai melepas lelah setelah berenang atau berkeliling dilokasi wisata alam ini.

Klenteng Tertua Di TUBAN

Berdasarkan sejarah, Ma Huan, seorang penerjemah dari Laksamana Cheng Ho, yang ikut mendampingi ekspedisi besarnya, mengatakan bahwa di Tuban waktu itu sudah terdapat permukiman orang Tionghoa yang berasal dari Provinsi Guangdong dan Fujian, tepatnya daerah Zhangzhou dan Guanzhou. Di Tuban, mereka merupakan sebagian besar penduduk yang waktu itu jumlahnya mencapai “seribu keluarga lebih”.
Banyaknya orang Tionghoa yang bermukim di Tuban kala itu, berusaha mendirikan klenteng sebagai tempat peribadatan mereka. Di Tuban, terdapat dua klenteng yang telah berusia ratusan tahun lebih. Salah satunya adalah “Ciling Gong” atau dalam dialek Hokkian disebut sebagai “Tjoe Ling Kiong”. Papan nama yang dipasang di depan tempat peribadatan tersebut adalah “Tempat Ibadah Tri Dharma Tjoe Ling Kiong”. Klenteng ini terletak di Jalan Panglima Sudirman No. 104 Kelurahan Kutorejo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur, atau tepatnya berada di sebelah utara alun-alun Tuban, dekat jalan yang menjadi pintu masuk menuju Pantai Boom.
Seperti biasa, klenteng ini didominasi oleh warna merah, kuning dan hijau, sehingga dari alun-alun terlihat kekhasan bangunan klenteng tersebut. Meski tidak memiliki tempat parkir yang cukup bagi umat maupun pengunjungnya, tidak serta merta mengurangi kemegahan klenteng ini. Masyarakat setempat menyebut klenteng ini dengan sebutan “klenteng perempuan”. 
Klenteng Tjoe Ling Kiong merupakan tempat peribadatan pemeluk ajaran Tri Dharma, yang terdiri atas agama Buddha, Tao dan Konghucu. Eksistensi klenteng ini dipersembahkan untuk Dewi Tianhou. Tianhou atau Ma Zu atau Mak Co (Hokkian), juga dikenal dengan sebutan Tian Shang Sheng Mu (Mandarin) atau Thian Siang Sing Bo, adalah dewi pelindung bagi pelaut asal Fujian (Hokkian). Banyak klenteng Tianhou menyebar sepanjang kota-kota pantai di Asia Tenggara. Tapi di samping altar utamanya juga terdapat patung dewa lain, yaitu Fude Zhengshen dan Jialian. Fude Zhengshen adalah Dewa Bumi dan Kekayaan. Oleh orang Fujian disebut sebagai Hok tek ceng sin atau Toa pe kong (Dabo gong, istilah Mandarinnya). Dewa ini juga banyak didapati pada klenteng-klenteng di seluruh Jawa.
Sulit diketahui kapan berdirinya klenteng ini, karena tidak ada inskripsi yang tertinggal mengenai kapan diresmikannya bangunan tersebut. Di dalam klenteng ini terdapat inskripsi tentang restorasi yang dilakukan pada tahun 1850. Jadi diperkirakan klenteng tersebut sudah ada jauh sebelum tahun 1850.
Pada tahun 1980 bagian depan klenteng tersebut dirobohkan berhubung adanya pelebaran jalan. Sangat disayangkan bahwa klenteng yang sangat bersejarah ini terpaksa bagian depannya harus dibongkar karena alasan adanya pelebaran jalan. *** [190913]


Wisata Alam Watu Ondo


WATU ONDO adalah salah satu  tujuan wisata di Tuban. Tapi ini  sedikit beda karena  arti Watu Ondo
Dusun Mbogor dan dusun Secang secara geografis terletak di atas tebing setinggi kurang lebih 20 sampai 30 meter, sedangkan dusun Medokan dan dusun Ngendut terletak di bawah tebing. Karena tidak ada sumber air, penduduk dua dusun tadi mengambil air dari mata air yang terdapat di dusun Ngendut atau Medokan. Dan Watu Ondo, merupakan akses menuju sumber air tersebut.
Terdapat 4 lokasi Watu Ondo, yakni:

adalah Tangga dari batu. Lokasinya  perpaduan antara tangga dengan tebing berbatu (penduduk setempat  menyebutnya gampeng). Tujuan wisata ini juga jadi akses lalu lintas antara 3 dusun, yakni antara dusun Mbogor dengan dusun Ngendut serta dusun Secang dengan dusun Medokan.
1. ONDO Plating
Terdapat di pinggiran dusun Secang dan merupakan penghubung antara Secang dan Medokan. Gambaran tentang  Ondo Plating ini adalah sebatang bambu yang diletakkan secara vertikal terhubung langsung dengan celah-celah tebing.
Bila Anda ingin naik, anda harus meniti satu persatu anak tangga yang terbuat dari dari bambu tersebut . Setelah sampai puncak, Anda harus meneruskan pendakian melewati celah-celah tebing yang ada. Sungguh sangat mendebarkan dan penuh petualangan baru.
Harus ekstra hati-hati, Bagi anda yang takut ketinggian tidak disarankan mengikuti wisata petualangan. Sebab salah memijakkan kaki sedikit saja,plung, Jatuh ke jurang. Setelah sampai atas tebing,  Anda akan disuguhi pemandangan alam yang luar biasa. Hamparan sawah, rumah-rumah penduduk, gumuk-gumuk (batu besar) yang berjejer, sungai, hutan, dan gunung-gunung diseberang sana, bahkan pantai utara juga terlihat jelas dari atas tebing Ondo Plating.
Penasaran? Silahkan berkunjung ke Ondo Plating dan uji adrenalin Anda. Jangan lupa, bawa bekal makanan secukupnya, terutama air, karena di area ini tak ada penjual makanan atau minuman.

2. Ondo Nyikut
Setelah berhasil menaiki tebing Ondo Plating, Anda bisa meneruskan petualangan menuruni Ondo Nyikut.  Jarak antara Ondo Nyikut dengan Ondo Plating kurang lebih 300 meter.
Dari atas tebing , Anda dapat berjalan kearah selatan atau kiri. Berjalan di tepian tebing sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Desa-desa di bawah tebing terlihat sangat jelas, dekat dan hijau. Eit,… jangan terlalu pinggir, takut terjatuh, apalagi yang takut ketinggian.
Setelah berjalan sekitar 10 menit, Anda  menjumpai celah-celah tebing yang lain, itulah Ondo Nyikut (bentuknya siku atau sikut lengan). Yang ini lebih mudah dilalui, karena di samping celahnya lebih lebar, tangganya terbuat dari kayu jati yang lebih familier.
Tak terlalu tinggi (sekitar 15 meter), lebih landai. Akses untuk ke Ondo Nyikut adalah jalan setapak yang menanjak dengan kemiringan sekitar 40 derajat. Meski lebih bersahabat, Anda disarankan untuk tetap hati-hati, bila tidak, anda bisa tergelincir oleh jalan setapak yang lumayan licin.

3. Ondo Duwur
Secara harfiah berarti tangga yang tinggi. Terletak di tepian dusun Secang bagian selatan. Terbuat dari tangga kayu jati yang panjangnya kurang lebih 20 meter, yang “tersambung” dengan puncak bukit  yang cukup curam. Tangga ini   menghubungkan antara dusun Ngendut dan dusun Secang dan atau Mbogor.
Kalau Anda ingin menaiki Ondo Duwur  dari bawah  harus melewati dusun Ngendut (kira-kira 1,5 km dari dusun Medokan) ke arah barat.  Akses menuju Ondo Duwur berupa jalan setapak yang menanjak dengan kemiringan antara 30 sampai 45 derajat dengan panjang kurang lebih 750 meter dari jalan desa.
Bagi Anda yang tak terbiasa berpetualang, berjalan sejauh itu tentunya membutuhkan perjuangan ekstra, ngos-ngosan pasti. Tapi cukup imbang dengan penglaman yang diperoleh.
Di kanan kiri jalan setapak, banyak terdapat buah Srikaya (orang lokal menyebutnya Dlimo), dan bila Anda beruntung, banyak Srikoyo masak yang dapat dimakan sambil jalan. Tapi jangan lupa, minta izin yang punya bila ingin menikmati buah khas pegunungan tersebut.
Setelah capek menaiki tanjakan setapak, Anda akan sampai pada sebuah tangga kayu yang cukup tinggi. Naik Ondo Duwur harus sangat hati-hati, sebab, meski terbuat dari kayu jati, tangga ini terlalu sempit dan licin, apalagi setelah terguyur hujan.
Tapi percayalah, semua kelelahan dan pengalaman mendebarkan menaiki Ondo Duwur, akan hilang seketika begitu sampai di atas. Sama dengan pemandangan dari atas Ondo Plating, pemandangan dari atas Ondo Duwur tak kalah eksotisnya. Ladang-ladang petani terhampar di depan mata, hijaunya hutan Dermawuharjo, bahkan pemancar televisi Ngandong juga terlihat sangat jelas dari atas. Diiringi dengan hembusan angin pegunungan yang berhembus kencang, sangat sejuk dan tepat sekali bila Anda memutuskan membuka bungkusan makanan yang Anda bawa dari rumah.


4. Ondo Endek
Lokasi terakhir dari wisata petualangan kita di desa Bektiharjo adalah Ondo Endek. Sama seperti tangga-tangga yang telah saya sebutkan, ondo ini  merupakan akses jalan yang menghubungkan antara dusun Mbogor dengan dusun Ngendut.
Bila dibandingkan dengan ke tiga ondo tadi, Ondo Endek adalah tangga yang paling bersahabat. Karena, di samping aksesnya mudah, tangga ini juga tidak terlalu tinggi.
Jarak antara Ondo Endek dengan Ondo Duwur kurang lebih 750 meter. Secara umum, gambaran tentang tempat ini sama dengan ketiga ondo yang telah saya sampaikan di atas.

Letak Geografi Kabupaten TUBAN

Kabupaten Tuban memiliki luas wilayah  183.994.561 Ha, dan wilayah laut seluas 22.068 km2. Letak astronomi Kabupaten Tuban pada koordinat 111o 30' - 112o 35 BT dan 6o 40' - 7o 18' LS. Panjang wilayah pantai 65 km. Ketinggian daratan di Kabupaten Tuban bekisar antara 0 - 500 mdpl. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tuban beriklim kering dengan kondisi bervariasi dari agak kering sampai sangat kering yang berada di 19 kecamatan, sedangkan yang beriklim agak basah berada pada 1 kecamatan. Kabupaten Tuban berada pada jalur pantura dan pada deretan pegununganKapur Utara. Pegunungan Kapur Utara di Tuban terbentang dari Kecamatan Jatirogo sampai Kecamatan Widang, dan dari Kecamatan Merakurak sampai Kecamatan Soko. Sedangkan wilayahlaut, terbentang antara 5 Kecamatan, yakni Kecamatan Bancar, Kecamatan Tambakboyo, Kecamatan Jenu, Kecamatan Tuban dan Kecamatan Palang. Kabupaten Tuban berada pada ujungUtara dan bagian Barat Jawa Timur yang berada langsung di Perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah atau antara Kabupaten Tuban dan Kabupaten Rembang.Tuban memiliki titik terendah, yakni 0 m dpl yang berada di Jalur Pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada di Kecamatan Grabagan. Tuban juga dilalui oleh Sungai Bengawan Solo yang mengalir dari Solo menuju Gresik

Daftar Nama Bupati Tuban Hingga Sekarang

Yang menjadi permulaan ceritera sejarah ini ialah pada waktu Negara Pajajaran yang semula berpusat dekat Ciamis, diperintah oleh seorang raja yang bernama Prabu Banjaransari.
Pada waktu sang Prabu Banjaransari ini memerintah, keadaan Negara Pajajaran aman sejahtera dan rakyatnya hidup makmur, sehingga nama sang Prabu Banjaransari termasyhur bukan saja di dalam negeri, tetapi juga sampai di luar negeri.
Sang Prabu Banjaransari mempunyai banyak putra, akan tetapi sebagai pokok pangkal sejarah Tuban ini kita mengambil salah satu di antara para putra sang Prabu Banjaransari tersebut, yakni Raden Arya Metahun, yang kelak menurunkan para Bupati Tuban. Sang Prabu Banjaransari berputra Raden Arya Metahun. Raden Arya Metahun berputra Raden Arya Randu Kuning.

I. Kabupaten Lumajang Tengah
Raden Arya Randu Kuning ini mengembara ke arah timur, dengan seizin neneknya yakni sang Prabu Banjaransari. Sampai di sebelah utara Kalakwilis Kecamatan Jenu Tuban. Raden Arya Randu Kuning menghentikan pengembarannya, dan kemudian membuka Hutan Srikandi yang terletak di tepi pantai dekat Gunung Kalakwilis untuk dijelmakan menjadi sebuah negara. Berkat keinginan dan kemauannya untuk menjadi bupati disertai dengan bekerja keras, maka lama-lama Hutan Srikandi menjadi sebuah perkampungan, yang akhirnya menjadi sebuah kabupaten yang diberi nama Kabupaten Lumajang Tengah dengan Raden Arya Randu Kuning sebagai bupatinya, yang kemudian bergelar Kyai Ageng (Kyai Gede Lebe Lontong + permulaan abad 12).
Alkisah ketika Kyai Gede Lebe Lontang menjadi Bupati Lumajang Tengah negara dalam keadaan aman, sentosa, gemah ripah loh jinawi, rakyat hidup makmur. Itu semuanya berkat kebijaksanaan dan kesaktian yang menimbulkan pribawa pribadi sang Bupati Lebe Lontang yang diperoleh dengan melakukan yoga, dan selalu berikhtiar dengan menggunakan daya kekuatannya agar kerajaan dan rakyatnya selalu hidup makmur, aman dan sejahtera.
Bekas wilayah Lumajang Tengah didapat kembali dalam hutan sebelah timur laut tempat pemberhentian Kereta Pos Bogang (Kecamatan Jenu).
Kyai Ageng Lebe Lontang ini menjadi bupati di Lumajang Tengah lamanya 22 tahun.

II. Kabupaten Gumenggeng
Kyai Ageng Lebe Lontang berputra seorang bernama Raden Arya Bangah, yang mempunyai kesaktian lebih dari ayahnya, lagi pula mempunyai paras yang elok, sehingga para gadis remaja jatuh cinta dengan tidak disadari oleh Arya Bangah.
Akan tetapi setelah ayahnya mangkat, Raden Arya Bangah tidak mau diangkat menjadi Bupati Lumajang Tengah menggantikan ayahnya, tetapi Raden Arya Bangah mempunyai keinginan keras akan mendirikan kabupaten sendiri. Akhirnya diputuskan pergi mengembara menuju ke arah selatan dengan diikuti keluarga dan rakyatnya. Setelah sampai di kaki gunung Rengel, Raden Arya Bangah beserta pengikutnya menghentikan perjalanan. Dan kemudian membuka hutan akan dijadikan perkampungan.
Lama-lama perkampungan tersebut menjadi sebuah kabupaten yang diberi nama Gumenggeng. Sebagaimana ayahnya, Kabupaten Gumenggeng ini menjadi kabupaten yang aman sejahtera, dan rakyatnya hidup tenang dan makmur. Bekas kabupaten tersebut sekarang menjadi Desa Banjaragung (Kecamatan Rengel).
Raden Arya Bangah mempunyai seorang putra bernama Arya Dandang Miring. Setelah memerintah 22 tahun, Raden Arya Bangah mangkat. Semasa hidup ayahnya, Redan, Arya Dandang Miring ini suka bertapa, kadang-kadang mengembara di tempat-tempat yang sunyi, dengan maksud minta kepada para dewata, agar keturunannya kelak dapat menjadi bupati prajurit dan negara yang akan diperintahnya selalu dalam keadaan aman tenteram, lagi pula rakyatnya dapat hidup makmur. Karena sangat kuat dan tabahnya Raden Arya Dandang Miring menyatukan cipta dan kehendaknya, akhirnya permintaannya dikabulkan oleh dewata yang mulia dan dalam bersamadi, Raden Arya Dandang Miring mendapatkan ilham yaitu : Semangkat ayahnya kelak, ia tidak diperkenankan menjadi bupati di Gumenggeng, sebab kalau tetap menjadi bupati di Gumenggeng, apa yang dicita-citakan tidak akan tercapai. Untuk mencapai cita-cita itu ia harus membuka hutan sendiri yang letaknya di sebelah barat laut dari Kabupaten Gumenggeng, dan lagi kabupaten tersebut hanya khusus untuk Raden Arya Dandang Miring sendiri. Permintaannya baru terkabul jika putranya kelak membuka hutan yang bernama Papringan dan setelah dibuka, supaya diberi nama Tuban. Dan putranya itulah kelak yang dapat menurunkan para Bupati Tuban turun temurun dan Kabupaten Tuban akan menjadi kabupaten yang aman tenteram, lagi rakyatnya hidup makmur sesuai dengan permintaannya, juga akan menjadi tempat peristirahatan (makam) para wali atau para aulia dari Negeri Arab, kalau sudah tiba waktunya. Zaman itu adalah zaman masuknya kebudayaan Hindu di Pulau Nusantara dan menurut ramalan itu, kelak Tuban akan memasuki babak baru dimana agama Islam mulai berkembang (3 abad kemudian yaitu abad 15). Perintah Dewata yang mulia (ilham) yang diterima itu, dilaksanakan oleh Raden Arya Dandang Miring.

III. Kabupaten Lumajang
Oleh karenanya setelah ayahnya mangkat Raden Dandang Miring tidak mau menggantikan ayahnya menjadi Bupati Gumenggeng, akan tetapi memerintahkan kepada semua penggawa dan rakyatnya membuka hutan yang bernama Ancer yang letaknya di sebelah barat laut Kabupaten Gumenggeng. Setelah pembukaan hutan tersebut selesai, lalu diberi nama Lumajang. Raden Arya Dandang Miring berputra seorang yang diberi nama Raden Dandang Wacana, parasnya sangat bagus, sakti lagi berbudi maha pendeta utama, dengan demikian sangat dikasihi oleh rakyatnya. Sedang Bupati Raden Arya Dandang Miring memerintah Negara Lumajang dengan aman sentosa, rakyat dan penggawa sangat kasih kepada beliau. Negara dan rakyat dalam keadaan aman sentosa, sehingga penduduknya tidak mengenal pencuri dan kekurangan. Setelah Raden Arya Dandang Miring memerintah Lumajang selama 20 tahun, kemudian mangkat. Sebelum beliau mangkat, beliau berpesan kepada putranya Raden Arya Dandang Wacana supaya melakukan ilham yang diterima dari dewata mulia, yakni membuka Hutan Papringan untuk dijadikan negara.
Semangat ayahnya, Raden Arya Dandang Wacana melaksanakan apa yang diperintahkan oleh ayahnya. Rakyat beserta penggawa Kabupaten Lumajang, diperintahkan membuka Hutan Papringan dan setelah pembukaan tersebut selesai, kemudian diberi nama Tuban.

IV. Kabupaten Tuban
Pada waktu pembukaan Hutan Papringan, keluarlah dengan tidak terduga Sumber Air, Metu Banyu (bahasa Jawa) yang kemudian disingkat menjadi Tu-Ban, merupakan nama wilayah kabupaten yang spontan diberikan oleh Raden Arya Dandang Wacana, sumber air ini sangat sejuk dan meskipun terletak di tepi pantai utara Pulau Jawa, mata air tadi tidak bergaram, lain halnya dengan pantai kota-kota lainnya.

Bupati ke I
Dalam pemerintahan Raden Arya Dandang Wacana negara dan rakyat selalu dalam keadaan aman dan sejahtera, pencuri perampok tidak dikenal oleh penduduk. Sandang pangan berlimpah-limpah, penduduk tak pernah merasa kekurangan. Siang malam selalu ramai, hampir tak ada bedanya. Oleh karena itu penduduk sangat cinta dan kasih kepada sang Bupati Raden Arya Dandang Wacana.
Setelah 3 tahun memegang pemerintahan Raden Arya Dandang Wacana memerintahkan membuat Pesanggrahan. Pesanggrahan ini dikelilingi parit dan kolam, ditanami dengan aneka macam pohon yang menyebabkan Pesanggrahan tersebut rindang dan membuat pemandangan yang sangat indah dan menarik. Pesanggrahan tersebut kini diberi nama “Bekti” dan nama ini diambilkan dari kata “Pangabekti” (bahasa Jawa). Sebab jika sang Bupati Raden Arya Dandang Wacana sedang beristirahat di Pesanggrahan tersebut, banyak penggawa dan rakyat yang berdatang sembah (mengabekti). Dan sekarang Pesanggrahan dan desa tersebut namanya menjadi “Bektiharjo” (Harjo = rejo, banyak pengunjung). Perlu diketahui bahwa Raden Arya Dandang Wacana juga berganti nama Kyai Gede Papringan. Setelah memerintah 20 tahun Bupati Dandang Wacana mangkat, jenazahnya dimakamkan di dekat Kaligunting Desa Prunggahan Kulon, Kecamatan Semanding.
Kabupaten Tuban yang tersebut pertama tadi, sekarang menjadi 3 desa yakni : “Dukuh Trowulan, Desa Prunggahan Kulon dan Desa Prunggahan Wetan.” Hingga sekarang para wanita kelahiran 3 desa tersebut, terkenal akan kecantikannya dan terdapat ciri khas yakni “dekik” (bahasa Jawa) pada pipinya. Kecantikan wanita-wanita tersebut bagaikan bidadari yang mengejawantah, oleh karena itu para pemuda boleh pilih untuk dijadikan teman hidupnya. Agar mudah diingat, para bupati yang pernah memerintah dalam Kabupaten Tuban, kami beri nomor urut.
Bupati pertama dari Kabupaten Tuban ialah Raden Arya Dandang Wacana (Kyai Ageng Papringan, sebab Raden Arya Dandang Wacanalah yang mendirikan kabupaten dengan nama Tuban. Menurut babad Tuban karangan E.J. Jasper, Tuban merupakan daerah Andahan, (vazalstaat) dari Majapahit, sejak Arya Dikara menjadi Bupati Tuban, bupati yang terakhir ini (yang ke 6 dari daftar Bupati Tuban) setelah mempunyai menantu Syeh Ngabdur¬rahman, kemudian memeluk agama Islam (abad ke15). Kyai Ageng Papringan berputra 2 orang, yakni Nyai Ageng Lanang Jaya dan Nyai Ageng Ngeksa. Nyai Ageng Lanang Jaya berputra seorang yang diberi nama Raden Ronggolawe, Nyai Ageng Ngeksa berputra seorang yang diberi nama Raden Arya Kebo Anabrang.

Bupati ke II
Setelah neneknya mangkat (Kyai Ageng Papringan) yang menggantikan jadi bupati yakni cucunya Raden Hariyo Ronggolawe. Setelah Raden Hariyo Ronggolawe memegang tampuk pemerintahan, rumah kabupaten dipindah sebelah barat Guwo Akbar. Bekas kabupaten sekarang dipergunakan untuk makam Bakung Kecamatan Semanding).

Bupati ke III
Sesudah Raden Ronggolawe mangkat, Raden Sirolawe menggantikan ayahnya menjadi Bupati Tuban. Beliau memerintah selama 15 tahun dan mangkat.

Bupati ke IV
Raden Hariyo Sirolawe berputra seorang bernama Raden Hariyo Sirowenang dan setelah ayahnya mangkat ia menjadi bupati. Pemerintahan Sirolawe berlangsung selama 43 tahun.

Bupati ke V
Setelah Raden Hariyo Sirowenang mangkat, diganti oleh puteranya, Raden Hariyo Lena. Pemerintahan berlangsung selama + 52 tahun dan pada pemerintahannya rumah kabupaten dipindahkan ke Desa Doromukti (Kecamatan Kota Tuban).

Bupati ke VI
Setelah mangkatnya Raden Hariyo Leno, Raden Hariyo Dikara puteranya menggantikan menjadi bupati. Beliau memerintah selama 18 tahun dan kabupatennya berdiri tetap di Desa Doromukti. Beliau mempunyai putera 2 orang yakni : Raden Ayu Hariyo Tejo dan Kyai Ageng Ngraseh. Kemudian Raden Ayu Hariyo Tejo menjadi isteri Syeh Ngabdurahman, putera Syeh Jali/Syeh Jalaludin/Kyai Makam Dawa/Ngalimurtala dari Gresik (saudara Sunan Ngampel). Sejak pemerintahan Bupati Raden Dikara, Bupati Tuban memeluk agama Islam.

Bupati ke VII
Setelah Bupati Raden Hariyo Dikara mangkat yang menggan¬tikan menantunya Syeh Ngabdurahman dan kemudian berganti nama Raden Hariyo Tejo. Beliau memerintah selama + 41 tahun (tahun 1460). Dibawah pemerintahan Bupati Raden Hariyo Tejo inilah, maka Tuban sebagai daerah andalan Majapahit, turut memberontak membantu Raden Patah melawan Brawijaya. Majapahit jatuh kedalam kekuasaan Raden Patah tahun 1478, yang kemudian menjadi Sultan Demak dan sejak itu Tuban ada di bawah Demak.
Bupati ke VIII
Raden Hariyo Tejo mempunyai seorang putera yang diberi nama Raden Hariyo Wilatikta dan setelah ayahnya mangkat, beliau yang menggantikan. Pemerintahan Bupati Hariyo Wilatikta ini berlangsung selama + 40 tahun.

Bupati ke IX
Setelah Raden Hariyo Wilatikta mangkat, yang menggantikan menjadi bupati ialah Kyai Ageng Ngraseh, yang kemudian kawin dengan Putera Raden Hariyo Wilatikta. Setelah memerintah + 40 tahun mangkat.
Bupati ke X
Perkawinan Kyai Ageng Ngraseh dengan putra putri Raden Hariyo Wilatikta berputera seorang yang diberi nama Kyai Ageng Gegilang yang kemudian menggantikan ayahnya. Pemerintahannya berlangsung selama + 38 tahun.

Bupati ke XI
Penggantian Kyai Ageng Gegilang ialah yang bernama Kyai Ageng Batabang. Beliau mangkat setelah memerintah selama 14 tahun lamanya.

Bupati ke XII
Pengganti Bupati Kyai Ageng Batabang ini putra tunggalnya ialah Raden Hariyo Balewot. Beliau memerintah selama + 56 tahun kemudian mangkat.

Bupati ke XIII
Bupati Hariyo Balewot mempunyai 2 orang putra yakni Pangeran Sekartanjung dan Pangeran Ngangsar. Setelah Bupati Raden Hariyo Balewot mangkat yang menggantikan ialah puteranya sulung yaitu Pangeran Sekartanjung.
Bupati ini terbunuh waktu beliau sedang bersembahyang Jum’at dengan ditusuk Pusaka Lilam Upih yang bernama Kyai Loyan dari belakang oleh adiknya yaitu Pangeran Ngangsar. Tusukan ini menembus punggung dan dada dan akhirnya Bupati Pangeran Sekartanjung mangkat. Pemerintahannya berlangsung selama + 22 tahun dan mempunyai putra 2 orang yaitu Pangeran Hariyo Permalat dan Hariyo Salampe, waktu ayahnya mangkat kedua putranya masih kecil.

Bupati ke XIV
Pengganti Bupati Pangeran Sekartanjung ialah adiknya Pangeran Ngangsar. Baru memerintah 7 tahun beliau mangkat.

Bupati ke XV
Setelah Bupati Pangeran Ngangsar mangkat, yang menggantikan ialah Pangeran Hariyo Permalat, sekira pada tahun 1568 bupati ini kemudian kawin dengan putra putri Kanjeng Sultan Pajang (Raden Jaka Tingkir), Raden Jaka Tingkir menjadi Sultan Pajang tahun 1568 dan Tuban termasuk daerah kekuasaannya.
Beliau mempunyai seorang putra diberi nama Pangeran Dalem. Setelah memerintah selama + 38 tahun kemudian mangkat, pada masa itu Pangeran Dalem masih kecil.

Bupati ke XVI
Karena Pangeran Dalem masih kecil, maka yang menggantikan Bupati Pangeran Hariyo Permalat ialah Hariyo Salampe. Pemerintahan bupati ini berlangsung selama + 32 tahun dan kemudian mangkat.

Bupati ke XVII
Setelah Bupati Hariyo Salampe mangkat, digantikan oleh Pangeran Dalem. Pada masa pemerintahan, beliau memindah rumah kabupaten ke Kampung Dagan (Kota Tuban) sebelah selatan Watu tiban. Di samping itu beliau mendirikan masjid dan benteng di luar kota, terletak di Guwo Akbar membujur dari timur ke barat. Pembuatan benteng ini, Kyai Mohammad Asngari yang ditugaskan, sebagian dari benteng ternyata belum dapat diselesaikan pada waktunya. Dan ketika hal ini diketahui oleh Bupati Pangeran Dalem, Kyai Mohamad Asngari dipanggil menghadap ke kabupaten. Setelah Kyai Mohamad Asngari menghadap, Bupati Pangeran Dalem memerintahkan agar benteng tersebut lekas dapat, diselesaikan, dan bilamana tidak, Kyai Mohammad Asngari akan menerima hukuman, hal mana disanggupi. Dengan hati sedih Kyai pulang dan pada malam harinya ia bersamadi. Permintaannya, dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa dan pada pagi harinya benteng yang dimaksud telah jadi dengan megahnya. Hal mana sangat mengagumkan penduduk di sekitarnya juga Bupati Pangeran Dalem. Karena indah lagi besar, maka benteng tersebut oleh Pangeran Dalem diberi nama Benteng Kumbakarna. Dan sejak itu pulalah maka Kyai Mohammad Asngari termashur karena kesaktian ilmunya.
Hal pembuatan benteng terdengar juga oleh Sultan Mataram Hanyakra Kusuma saudara dari Martadipura putra dari Panembahan Seda Krapyak (Panembahan Seda Krapyak putra dari Sutawijaya), dan diketahui pula bahwa Bupati Pangeran Dalem akan melepaskan diri dari Sultan Mataram (1614). Hal tersebut dapat diketahui oleh Sri Sultan dengan bukti Benteng Kumbakarna yang didirikan oleh Bupati Pangeran Dalem. Untuk membuktikan dugaan tersebut Sri Sultan secara diam-diam mengirimkan utusan ke Tuban untuk menyelidiki akan kebenarannya. Yang mendapat tugas menjadi mata-mata ialah Kyai Randu Watang. Dalam menjalankan tugas mata-mata tersebut, Kyai Randu Watang setibanya di Tuban menanam 2 batang pohon randu alas sebagai tanda bukti bahwa Kyai Randu Watang telah sampai di Tuban. Tugas yang diberikan oleh Sri Sultan dapat dilaksanakan dengan baik, dan dapat diketahui olehnya bahwa benar-benar Bupati Pangeran Dalem ingin melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Kemudian ia lekas-lekas kembali ke Mataram untuk melaporkan hal tersebut kepada Sri Sultan. Setelah Sri Sultan mendengarkan laporan itu beliau sangat murka. Untuk mencegah maksud Bupati Pangeran Dalem tersebut, Sri Sultan mengirimkan 35.000 orang prajurit yang dipimpin oleh Pangeran Pojok ke Tuban.
Sebaliknya Bupati Pangeran Dalem setelah mendengar bahwa Prajurit Mataram akan menyerang Tuban, beliau memerintahkan kepada semua prajurit berjaga-jaga akan segala kemungkinan yang akan terjadi. Kedatangan prajurit-prajurit Mataram disambut dengan pertempuran oleh Prajurit Tuban. Pertumpahan darah terjadi, dan kedua belah pihak menderita kerugian yang besar. Mula-mula prajurit-prajurit Tuban disemua medan mendapat kemenangan, tetapi karena jumlah prajurit Mataram lebih banyak, maka akhirnya Prajurit Tuban banyak yang lari dan menyerah (1619). Setelah diketahui bahwa Prajurit Tuban banyak yang lari dan menyerah Bupati Pangeran Dalem melarikan diri ke Pulau Bawean. Tetapi di Pulau Bawean beliau tidak lama tinggal kemudian pergi ke Desa Rajekwesi (Bojonegoro sekarang). Pada waktu itu Rajekwesi masih merupakan hutan dan di bawah pemerintahan Jipang Panolan. Setelah menetap 5 tahun lamanya di Rajekwesi, Pangeran Dalem mangkat dan dimakamkan di Desa Kadipaten terletak di sebelah timur Kota Bojonegoro.
Hingga kini makam tersebut masih ada, terkenal dengan nama makam Buyut Dalem. Pada waktu peperangan sedang berkobar, meriam pusaka Kyai Sidomurti yang ditempatkan di Desa Kepohdondong (Palang) hilang tak berbekas. Menurut E.J. Jasper, meriam tersebut asal hadiah dari Portugis atau dari Belanda dan jatuh di tangan Tentara Mataram. Setelah peperangan berakhir dengan kekalahan Tuban, Pangeran Pojok segera memberi laporan kepada Sri Sultan. Atas perintah Sri Sultan, Pangeran Pojok diizinkan menjadi bupati di Tuban.

Bupati ke XVIII
Pangeran Pojok memegang pemerintahan selama + 42 tahun. Pada Hari Gerebeg Maulud tahun Dal semua bupati di seluruh tanah Jawa datang ke Mataram untuk menghadap Sri Sultan. Demikian pula halnya dengan Bupati Pangeran Pojok. Tetapi ketika perjalanan beliau menuju Mataram sampai Blora, beliau mendadak sakit dan mangkat di situ juga. Jenazahnya dimakamkan di sebelah selatan alun-alun Blora. Pada waktu beliau mangkat para putra masih kecil, oleh karena itu tidak dapat menggantikan jadi bupati.

Bupati ke XIX
Penggantinya ialah Pangeran Anom adik Pangeran Pojok. Dan setelah Pangeran Anom memegang pemerintahan selama 12 tahun atas perintah Sri Sultan, Pangeran Anom diberhentikan dari jabatan. Di Kabupaten Tuban untuk sementara waktu, jabatan bupati ditiadakan dan hanya diberi perwakilan (Umbul) 4 orang yakni : 1. Wongsoprojo bertempat di Jenu, 2. Wongsohito bertempat di Gresik, 3. Wongsocokro di Kidulngardi, 4. Yudoputro bertempat di Singgahan.

Bupati ke XX
Selanjutnya yang jadi bupati ialah Pangeran Sujokopuro atau Yudonegoro dan kabupaten bertempat di Prunggahan Kulon (Kecamatan Semanding).

Bupati ke XXI
Untuk mengisi lowongan jabatan bupati di Tuban, setelah Yudonegoro, oleh Sri Sultan diangkat Arya Balabar atau Arya Blender asal dari Mataram. Dan pemerintahan Arya Blender, rumah kabupaten dipindahkan ke Kampung Kaibon yang terletak di sebelah selatan makam Kyai Kusen (Kota Tuban). Beliau mangkat setelah memerintah + 39 tahun, membuat masjid sebelah barat makam Sunan Bonang.

Bupati ke XXII
Pengganti Bupati Arya Balabar ialah Pangeran Sujonoputro, Bupati Japanan (Mojokerto). Pada masa pemerintahan bupati ini rumah kabupaten dipindahkan ke Desa Prunggahan (Semanding), pemerintahan beliau berlangsung selama 10 tahun, kemudian mangkat dan dimakamkan di Desa Boto.

Bupati ke XXIII
Yang menggantikan ialah Putra Pangeran Judonegoro. Beliau mangkat setelah memerintah 15 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Giri.

Bupati ke XXIV
Setelah Bupati Pangeran Yudonegoro mangkat, penggantinya adalah Raden Arya Surodiningrat, bupati dari Pekalongan. Pada masa pemerintahan Raden Arya Surodiningrat, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Arya Diposono dan dibantu oleh Kyai Mangunjoyo asal dari Madura. Bupati Arya Surodiningrat mangkat dalam peperangan melawan kaum pemberontak setelah memegang pemerintahan selama 12 tahun lamanya.

Bupati ke XXV
Setelah dapat mengalahkan Bupati Raden Arya Suryodiningrat, Raden Aryo Diposono menggantikan jadi bupati. Setelah 16 tahun lamanya beliau memerintah Kabupaten Tuban, terjadilah peperangan melawan orang Madura. Peperangan ini berlangsung di Desa Singkul atau Sedayu. Raden Aryo Diposono mangkat dalam peperangan ini. Jenazahnya dimakamkan di Desa Singkul juga.

Bupati ke XXVI
Kyai Reksonegoro Patih Tuban setelah itu menjadi bupati berganti nama Kyai Tumenggung Cokronegoro. Mangkat setelah memerintah selama 47 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Desa Dagangan (Kecamatan Parengan). Karena banyak berjasa kepada negara, Kyai Tumenggung Cokronegoro diberi pangkat kehormatan “Adipati”, Menurut J.E. Jasper tahun 1773 Gubernur van de Burgh mengusulkan pada Sultan Mataram supaya Bupati Tuban Mas Reksonegoro atau Mas Tumenggung Cokronegoro dipecat, karena pemerintahannya memberatkan penduduk dan tak dapat memenuhi tugasnya membayar upeti pada pemerintahan Belanda.

Bupati ke XXVII
Pengganti Adipati Cokronegoro ialah putranya yakni Kyai Purwonegoro. Ketika pemerintahan Bupati Purwonegoro ini berlangsung + 24 tahun, beliau sakit dan mengambil perlop atau cuti dan pergi ke Demak. Sakit beliau tidak berkurang, bahkan makin parah, akhirnya mangkat dan jenazahnya dimakamkan di Demak juga. Bupati Purwonegoro juga terkenal dengan sebutan Bupati Perlop, yakni asal dari kata “perlop” atau “cuti”.

Bupati ke XXVIII
Setelah Bupati Purwonegoro mangkat, penggantinya ialah Bupati Kyai Lieder Surodinegoro (Lieder = Ridder in de Orde van Oranje Nassau = nama bintang jasa). Pemerintahan Bupati Kyai Lieder Surodinegoro ini hanya berlangsung selama 3 tahun dan kemudian mangkat.

Bupati ke XXIX
Setelah Bupati Lieder Suryoadiwijoyo mangkat, diganti oleh putranya, yakni Raden Suryoadiwijoyo atau Raden Tumenggung Suryodinegoro. Pada masa pemerintahannya beliau memerintahkan memindah rumah kabupaten ke Kampung Gowah (Desa Sendangharjo Tuban). Pembuatan rumah kabupaten ini dapat diselesaikan pada tanggal 1 Juli 1814. Pemerintahan Bupati Raden Suryoadinegoro ini berlangsung selama 12 tahun dan berhenti.

Bupati ke XXX
Pengganti Bupati Raden Suryoadinegoro ini adalah Bupati Pangeran Citrasoma ke VI, asal Bupati Jepara atau nomor VI urutan dari Jepara. Pemerintahan Bupati Pangeran Citrasoma ke VI ha¬nya berlangsung selama 6 tahun, kemudian dipindahkan ke Lasem. Selama 3 tahun, terus dipindahkan lagi ke Jepara. Pembuatan ru¬mah kabupaten tahun 1821, yang menjadi tempat kediaman para bupati sampai sekarang.

Bupati ke XXXI
Pengganti Bupati Pangeran Citrasoma ke VI ini ialah Bupati Pangeran Citrasoma ke VII atau dihitung dari Tuban, Citrasoma II. Setelah memerintah selama 20 tahun mangkat.

Bupati ke XXXII
Pengganti Bupati Citrasoma ke VII ialah Bupati Pangeran Citrasoma ke VIII atau dari Tuban ke III. Memerintah selama 20 tahun, kemudian pensiun.

Bupati ke XXXIII
Pengganti Bupati Pangeran Citrasoma ke VIII, ialah Bupati Raden Tumenggung Panji Citrasoma ke IX atau Tuban ke IV, setelah memerintah 22 tahun kemudian dipensiun.

Bupati ke XXXIV
Setelah Bupati Raden Tumenggung Citrasoma ke IX pensiun, diganti oleh Raden Mas Somobroto tahun 1892, setelah memerintah 4 bulan mangkat, jenazahnya dimakamkan di makam Astana Bonang.

Bupati ke XXXV
Setelah Raden Mas Tumenggung Somobroto mangkat diganti oleh menantunya ialah Raden Adipati Arya Kusumodigdo. Beliau mangkat setelah memerintah selama 16 tahun dan jenazahnya dimakamkan di Astana Makampati Tuban (tahun 1893¬1911).

Bupati ke XXXVI
Pengganti Raden Adipati Arya Kusumodigdo kakaknya Raden Tumenggung Pringgowinoto asal Patih Rembang 1911-1919. Pada tahun 1920 di Tuban dimulai jalan Kereta Api NIS.

BUPATI KE XXXVII : R.AA. PRINGGODIGDO/KUSUMODININGRTA 1919-1927
BUPATI KE XXXVIII : R.M.A.A. KUSUMOBROTO 1927-1944
BUPATI KE XXXIX : R.T. SUDIMAN HADIATMODJO 1944-1946
BUPATI KE XL : R.H. Mustain 1946-1956
BUPATI KE XLI : R. Sundaru 1956-1958
BUPATI KE XLII : R. Istomo 1958-1960
BUPATI KE XLIII : M. Widagdo 1960-1968
BUPATI KE XLIV : R. Soeparmo 1968-1970 (p.d.) (Penyusun Catatan Sejarah Tuban)
BUPATI KE XLV : R. H. Irchamni 1970-1975
BUPATI KE XLVI : H. Moch. Masdoeki 1975-1980
BUPATI KE XLVII : Surati Moersam 1980 - 1985
BUPATI KE XLVIII : Drs. Djoewahiri Marto Prawiro 1985 - 1991
BUPATI KE XLIX : Drs. H. Sjoekoer Soetomo 1991-
BUPATI KE XLX : Hindarto 1996 - 2001
BUPATI KE XLXI : Dra. Haeny Relawati Rini Widiastuti, MSi 2001 – 2011
BUPATI KE XLXII: Drs. KH.FATHUL HUDA,M.M. (2011-Sekarang).


Asal Usul Nama Tuban


Dalam masyarakat Indonesia khususnya Jawa, nama mengandung makna dan merupakan suatu hal yang bersifat sakral. Oleh karena itu nama Raja raja dibedakan dengan nama rakyatnya dan bagi masyarakat nama kecil berbeda dengan nama sesudah kawin. Beberapa pendapat tentang pemberian nama sebuah desa / daerah dikaitkan dengan :

I. Berdasarkan legenda

Dalam legenda mengenai  asal usul “Tuban” terkait dua tempat yang penting yaitu Watu Tiban dan Bektiharjo.

A. Watu Tiban
Ketika kerajaan Majapahit jatuh, semua harta kekayaan dibawa ke Demak. Salah satu harta kekayaan

Majapahit yang dibawa ke Demak adalah pusaka kerajaan yang berbentuk batu dan pemindahannya dipercayakan pada sepasang burung bangau. Sesampai disuatu daerah, burung bangau yang sedang membawa batu pusaka diolok olok oleh anak anak pengembala dan karena marah maka jatuhlah batu pusaka kerajaan Majapahit. Adapun tempat dimana batu pusaka itu jatuh, dinamakan Tuban. Dengan demikian nama Tuban berasal dari kata “Wa(tu) Ti(ban)”. Dan ternyata batu tersebut berupa sebuah Yoni.
B. Metu Banyu
Sesuai dengan petunjuk yang di terima oleh Raden Dandang Wacono yaitu membuka hutan Papringan untuk dijadikan negara. Pada waktu pembukaan hutan papringan, keluarlah dengan tidak terduga sebuah sumber air. ari peristiwa”Me(tu) (Ban)yune” yang berarti keluar airnya, maka spontan Raden Aryo Dandang Wacono memberi naman tempat tersebut dinamakan Tuban. umber airnya sangat sejuk dan pada akhirnya tempat tersebut dinamakan “Bektiharjo’.

C. Nges(Tu)ake kewaji(Ban)
Menurut kebiasaan sehari hari masyarakat Tuban mudah      diarahkan untuk melaksanakan yang bersifat membangun. Sifat demikian dalam bahasa Jawa dikatakan : “Nges(Tu) kewaji(Ban).

II. Berdasarkan Etimologi

Dalam bahasa Jawa Kawi, Tuban berarti “Jeram’, sedangkan jeram itu sendiri adalah air terjun. Apabila kita lihat di Tuban terdapat air terjun yang terdapat di kecamatan Singgahan (air terjun nglirip) dan di kecamatan Semanding ( air terjun banyu langse ). ada kedua air terjun baik di nglirip maupun di air terjun banyu langse tidak ada data Arkeologi yang mendukung bahwa itu bekas suatu kota.

A. Data Arkeologi
Di Ngerong kecamatan Rengel terdapat arca Mahatula yang menunjukkan ciri jaman Singosari. Begitu pula terdapat pecahan keramik serta batu bata, selain itu wilayah kecamatan rengel di temukan pula prasasti Malengga dan Banjaran yang bertahun 1052 M.

B. Data Geografis
Rengel terletak di tepi Sungai Bengawan Solo yang jaman dulu    merupakan sarana penghubung utama. Ditepi sungai bengawan solo terdapat hamparan sawah yang subur serta pegunungan yang membujur dari arah utara sampai ke selatan. Hal ini sangat strategis ditinjau dari segi ekonomi maupun militer dalam mendukung pengembangan pusat pemerintahan.

BEBERAPA SUMBER SUMBER TERTULIS YANG BERKAITAN DENGAN  TUBAN.

Untuk mendukung penelusuran kapan berdirinya Tuban sebagai desa atau wilayah yang setingkat dengan kabupaten sekarang ini perlu pengkajian sumber tertulis yang berupa :
Sumber tertulis berupa: Prasasti Kambang Putih, Prasasti Malengga, Prasasti Banjaran, Prasasti Tuban.
Sumber tertulis berupa. Tentara Tar Tar dibawah pimpinan komando Sih-pie, Kau Sing dan Ike Messe, sebagian mendarat di Tuban dan sebagian meneruskan ke Sedayu. Dengan bantuan Raden Wijaya, tentara Tar-Tar dapat mengalahkan Jayakatwang dari Kediri dan pada akhirnya tentara Tar-Tar dapat di hancurkan oleh Raden Wijaya dengan bantuan Arya Wiraraja dari Sumenep. Setelah hancurnya tentara Tar-Tar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja Mojopahit dengan gelar Sri Kertajasa Prawira.
Sumber Tertulis Berita Luar Negeri. Berita Cina yang sangat penting adalah uraian Ma Hua dalam bukunya Ying Yai Shing Lan. Ma Hua adalah orang Tionghoa yang beragama Islam, yang mengiringi perjalanan Cheng Ho dalam perjalanan ke daerah daerah lautan selatan ( 1413 M – 1425 M ).


Tuesday, 4 February 2014

Masjid Agung TUBAN

Masjid Agung Tuban, sebuah masjid yang terletak di sebelah barat Alun-Alun Tuban ini merupakan salah
       Pembangunan masjid ke 2 (renovasi pertama) dilakukan pada masa pemerintahan Bupati Raden Tumenggung Kusumodigdo.Tepatnya pada tahun 1894 M . Pendirian masjid ini merupakan hasil dari swadaya masyarakat dengan Pemda Tingkat II. Selain itu, Arsitektur Masjid ini dibuat oleh seorang Arsitek berkebangsaan Belanda, Toewan Opzichter B.O.W.H.M. Toxopeus.
satu Masjid kebanggan warga Tuban. Masjid yang berlokasi di Kelurahan Kuterejo, Kecamatan Tuban ini didirikan pada masa pemerintahan Adipati Rade Ario Tedjo ( Syeh Abdurrahman ), Bupati Tuban yang ke-7. Namun, tidak diketahui secara pasti siapa
pendiri Masjid ini.
        Renovasi selanjutnya dilakukan pada tahun 1985,di mana pada renovasi kali ini, yang akan di renovasi adalah bangunan masjid yang diperluas. Renovasi masjid ini selesai pada tahun 2000.
       Kemudian, pada Tahun 2004, Renovasi kembali dilakukan. Renovasi yang ke tiga kalinya ini meliputi pengembangan 1 lantai menjadi 3 Lantai, Penambahan sayap kiri dan kanan masjid serta penambahan 6 menara masjid. Sehingga pada renovasi tahap ke 3 ini, Bangunan masjid seakan-akan disulap menjadi Istana Ala Negeri Dongeng yang identik dengan Keindahan dan Kemegahan yang ada di dalamnya. 
      Obyek wisata ini sangat digemari bagi para wisatawan yang ingin menikmati pemandangan di sekitar masjid, melakukan kegiatan ibadah di masjid, sampai menikmati hari dengan melihat sebuah Arsitektur Megah nan Mewah sambil menikmati tiupan angin yang akan membuat suasana di Masjid Agung Tuban menjadi lebih sejuk. Selain itu masjid ini mempunyai daya tarik tersendiri, yaitu dengan posisi atau letaknya yang berdekatan dengan Makam Sunan Bonang sehingga setelah para wisatawan berkunjung ke Makam Sunan Bonang, Para wisatawan dapat lansung mengunjungi Masjid Agung Tuban yang jaraknya tidak begitu jauh dari Makam Sunan Bonang. Namun, bagi anda para pengguna sepeda Motor wajib membawa sejumlah uang untuk biaya parkir kendaraan. Akan Tetapi, Biaya parkir kendaraan di Masjid Agung Tuban seakan tak dipikirkan lagi ketika Anda memasuki Tempat Ibadah yang Megah ini, yang akan membawa anda seakan berkunjung di Negeri Dongeng. Masjid Agung Tuban, Pesona yang Menabjubkan.

Klenteng Kwan Sing Bio

Klentheng Kwan 
Sing Bio  terletak di tepi jalan menghadap ke arah laut atau utara, tepatnya kira-kira 1,5 km dari terminal wisata Tuban atau 200 meter ke timur dari terminal lama. Hal yang paling mencolok dari keberadaan klentheng ini adalah Simbol Kepiting raksasa yang terletak di atas gerbang masuk klentheng, dan konon merupakan satu-satunya klentheng di dunia ini yang menggunakan simbol kepiting. Aneh memang. Tapi yang jelas, bukan tanpa sebab mengapa pendiri klentheng ini waktu itu memutuskan menggunakan kepiting sebagai simbol.
Menurut salah satu versi cerita yang saya  dapatkan,  penggunaan kepiting sebagai simbol diputuskan berdasarkan mimpi salah seorang pengurus klentheng waktu itu. Dalam tidurnya, pengurus tersebut bermimpi melihat seekor kepiting raksasa memasuki area klentheng. Dari mimpi itulah, akhirnya para pengurus klentheng waktu itu sepakat untuk menggunakan kepiting sebagai simbol . Justru simbol inilah yang kemudian menjadi ciri khas dan keunikan  tersendiri bagi klentheng Kwan Sing Bio bila dibandingkan dengan klentheng-klentheng lain di seluruh dunia.
Klentheng Kwan Sing Bio merupakan klentheng terbesar se Asia Tenggara. Dibangun di atas lahan seluas kurang lebih 4 hektar. Dan di area ini pula sedang direncanakan untuk dibangun Pagoda yang terdiri dari beberapa tingkat. Selain sebagai tempat peribadatan, klentheng ini juga dipakai sebagai pusat kebudayaan masyarakat keturunan China. Berbagai atraksi kebudayaan kerap diselenggarakan di tempat ini. Pada perayaan hari-hari tertentu, pengunjung dari berbagai  daerah maupun propinsi bahkan turis asing, tumpah ruah menyaksikan atraksi kebudayaan yang ada. Lintas daerah, lintas propinsi, lintas negara bahkan juga lintas agama, semua larut dalam kemeriahan pawai budaya yang diselenggarakan klentheng tersebut. Beberapa acara  yang sering dirayakan di klentheng ini antara lain:

HUT Kwan Ping Thay Tjoe (Imlik Go Gwee 13)
HUT Kwan Sing Tee Koen (Imlik Lak Gwee 24
Boo-Tho/Tjio-Ko (Imlik Jit Gwee 22)
Sembahyang Tiong Djioe (Imlik Pak Gwee 15)
Kwan Sing Tee Koen Sing Thian (Imlik Kau Gwee 9), dan
HUT Tjioe Djong Tjiang Koen (Imlik Cap Gwee 29).

Pada hari-hari tersebut, dapat dipastikan suasana klentheng Kwan Sing Bio akan sangat meriah. Maka tak salah, kalau klentheng ini kemudian menjadi salah satu tempat tujuan wisata yang ada di kabupaten TUBAN